Monday, May 2, 2011

PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN DUNIA


BAB 1
PENDAHULUAN

A.         LATAR BELAKANG
Pembangunan mempunyai pengertian dinamis, maka tidak boleh dilihat dari konsep yang statis. Pembangunan juga mengandung orientasi dan kegiatan yang tanpa akhir. Proses pembangunan merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan menunjukkan terjadinya suatu proses maju berdasarkan kekuatan sendiri, tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Pembangunan tidak bersifat top-down, tetapi tergantung dengan “innerwill”, proses emansipasi diri. Dengan demikian, partisipasi aktif dan kreatif dalam proses pembangunan hanya mungkin bila terjadi karena proses pendewasaan.
Kecendrungan globalisasi dan regionalisasi membawa sekaligus tantangan dan peluang baru bagi proses pembangunan di Indonesia. Dalam era seperti ini, kondisi persaingan antar pelaku ekonomi (badan usaha dan/atau negara) akan semakin tajam. Dalam kondisi persaingan yang sangat tajam ini, tiap pelaku ekonomi (tanpa kecuali) dituntut menerapkan dan mengimplementasikan secara efisien dan efektif strategi bersaing yang tepat (Kuncoro, 2004). Dalam konteksi inilah diperlukan ”strategi berperang” modern untuk memenangkan persaingan dalam lingkungan hiperkompetitif diperlukan tiga hal (D’Aveni, 1995), pertama, visi terhadap perubahan dan gangguan. Kedua, kapabilitas, dengan mempertahankan dan mengembangkan kapasitas yang fleksibel dan cepat merespon setiap perubahan. Ketiga, taktik yang mempengaruhi arah dan gerakan pesaing.


B.         RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskanlah permasalahan penelitian ini sedemikian rupa sehingga memungkinkan dilaksanakan usaha pendekatan ilmiah dalam rangka mencari jawabannya. Masalah-masalah yang akan diteliti telah dirumuskan sebagai berikut:
1.    Apa yang dimaksud dengan pembangunan nasional ?
2.     Apa yang dimaksud perubahan dunia ?
3.     Apa hubungan pembangunan nasional dengan perubahan dunia ?

C.   TUJUAN PENELITIAN
         Berdasarkan dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui apa itu apa yang dimaksud pembanjgunan nasional dan perubahan dunia
2.      Untuk mengetahui hubungan pembangunan nasional terhadap perubahan nasional
D.         MANFAAT PENELITIAN
         Sesuai  dengan tujuan penelitian, maka manfaat penelitian ini adalah :
1.    Untuk melihat sejauh mana mahasiswa mengerti tentang pembangunan nasional terhadap perubahan dunia
2.    Untuk melihat sejauh mana mahasiswa mengerti tentang hubungan pembangunan nasional dan perubahan dunia
3.    Hasil makalah ini diharapkan merupakan salah satu sumbangan pikiran yang bersifat ilmiah yang dapat berfungsi / berguna sebagai info, pedoman mahasiswa khususnya kelas ICP kimia 2010


BAB II
PEMBAHASAN

A.          Pembangunan nasional
         Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling menarik untuk diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu disiplin ilmu yang paling tepat mengartikan kata pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang pembangunan telah ber­kembang, mulai dari perspektif sosiologi klasik (Durkheim, Weber, dan Marx), pandangan Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi memperkaya ulasan pen­dahuluan pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelan­jutan. Namun, ada tema-tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk me­menuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004). Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu kegiatan perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema kedua adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada keberagaman dalam seluruh aspek kehi­dupan. Ada pun mekanismenya menuntut kepada terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya yang mampu berperan secara efisien, transparan, dan adil. Tema ketiga mencapai aspirasi yang paling manusiawi, yang berarti pembangunan harus berorientasi kepada pemecahan masalah dan pembinaan nilai-nilai moral dan etika umat.
               Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan per­ubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasas­mita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
         Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
         Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi. Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih,fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan,  antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.
               Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunan adalah sumua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pem­bangunan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
               Pembangunan merupakan hal yang harus dilaksanakan demi terwujudnya suatu tujuan yang ingin dicapai. Dan untuk membangun segala aspek yang ada di negara ini bukanlah hal yang mudah.Bangsa Indonesia perlu melakukan revolusi pola pikir, sebagai satu cara cepat yang dapat digunakan sebagai proses penyadaran yang menyeluruh bagi seluruh komponen bangsa, agar bangsa ini tidak terlalu lama berada dalam perjalanan yang tidak pasti, akan ke mana, dan harus bagaimana. Jika revolusi pola pikir dalam membangun dapat diterima dan dipahami dengan baik, maka inovasi sosial dapat diselenggarakan, untuk itu:
1.           Orientasi pembangunan harus diubah dari orientasi fisik, ekonomi, dan  sektoral ke orientasi peningkatan sumberdaya manusia agar manusia Indonesia dapat menjadi manusia yang mandiri, tanpa tergantung pada pihak manapun, serta mampu mengarahkan dirinya sendiri mencapai kesejahteraan hidupnya.
2.           Pendidikan informal, non formal, dan formal dengan segala jenjangnya harus merupakan prioritas utama sebagai upaya meningkatkan mutu sumberdaya manusia Indonesia.
3.           Perekonomian negara perlu segera disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, yang bertujuan untuk tercapainya kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, dan ini harus dilakukan dalam bentuk nyata, artinya siapapun yang mau mengembangkan usahanya, berhak mendapatkan bantuan modal dari lembaga keuangan yang ada.
4.           Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, artinya setiap warganegara secara individu berhak atas hasil kekayaan alam yang secara nyata telah dikelola dan mendapatkan keuntungan, wujud konkritnya dapat diberikan melalui penyelenggaraan tabungan rakyat sebagai pembagian keuntungan pengelolaan kekayaan alam, ini dapat merupakan wujud nyata penyelenggaraan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat.

B.     Perubahan dunia
         Menurut John Rennie Short (2001, 10), Globalisasi merupakan suatu proses dimana terkaitnya orang-orang maupun tempat-tempat, institusi-institusi dan peristiwa di sekeliling dunia. Singkatnya, definisi dari globalisasi adalah meningkatnya tekanan kepada dunia untuk menjadi suatu aliran jaringan tunggal dari uang, gagasan-gagasan dan hal-hal lainnya. Globalisasi dalam prosesnya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu ekonomi, politik dan budaya. Dalam bidang ekonomi, menurut Short, ekonomi global telah matang sekitar 500 tahun lalu. Aliran pinggir dunia dari kapital dan buruh telah menghubungkan tempat dan mengintegrasikan mereka ke dalam dunia ekonomi semenjak abad ke-enam belas. Pasar bebas di bursa keuangan serta layanan-layanan ekonomi, saat ini berjalan melalui suatu payung regulasi, dimana negara tidak berperan banyak dibanding pusat pasar.
Dalam bidang politik, suatu politik global menjadi lebih mungkin dengan kemunduran blok Soviet. Organisasi-organisasi internasional memiliki peranan penting ketika rejim pengamanan, perdagangan dan hak asasi manusia menjadi lebih terkemuka dalam mengorganisir ruang politik. Sedangkan dalam bidang budaya, dibandingkan kepada versi ekonomi dan politik, hal ini lebih sulit untuk diamati. Proses dalam globalisasi ekonomi telah memberikan kontribusi pada globalisasi kebudayaan. Globaliasasi kebudayaan berproses melalui arus berkelanjutan dari ide-ide, informasi, komitmen, nilai-nilai dan rasa yang melintasi dunia. Hal tersebut dimediasikan oleh pergerakan individu, tanda-tanda, simbol-simbol dan simulasi elektronik.
         Dari pengertian dan pembagian globalisasi di atas, menurut penulis, globalisasi terjadi karena adanya pengaruh dari sektor ekonomi, sehingga mempengaruhi sektor politik dan budaya. Artinya, pembangunan ekonomi di negara Amerika dan sebagian besar Eropa, menjadikan mereka sebagai negara modern. Fenomena ini dominan terutama pasca perang dunia kedua, dimana negara-negara lain harus berbenah diri dalam bidang ekonomi, sosial dan politik sebagai dampak perang yang begitu dahsyat. Di tengah keterpurukan internasional, Amerika dan sebagian negara Eropa menjadi kekuatan yang dominan, terkhususnya di bidang ekonomi. Kebijakan Marshall Plan yang dianggap sebagai solusi untuk menciptakan pembangunan negara-negara yang porak poranda pasca perang dunia kedua, digagas oleh Amerika dan sekutunya. Negara-negara yang tengah berbenah itu, harus banyak mengejar ketertinggalan mereka ke arah pembangunan ekonomi yang baik, maupun pembangunan politik, sosial dan budaya, sebagaimana negara hal yang ada pada negara-negara yang sudah maju.
         Untuk dunia ketiga, momen pasca perang dunia kedua telah membawa angin segar ke arah politik, terkhusus bagi negara-negara di benua Asia dan Afrika. Banyak negara-negara dunia ketiga di Asia dan Afrika telah menghirup kemerdekaan negara mereka dari kolonialisme. Negara yang baru merdeka ini juga berusaha menuju ke tahap modernisasi, agar dapat berkembang dalam segi ekonomi, politik dan budaya, seperti negara yang telah lebih dahulu berada di posisi tersebut. Salah satu cara menuju ke tahap modern, banyak negara-negara di dunia ketiga, melakukan seperti apa yang dilakukan di negara dunia pertama. Salah satu upaya menuju ke tahap modernisasi adalah dengan pembangunan ekonomi. Menjadi negara maju merupakan harapan besar dari negara dunia ketiga yang baru merdeka. Negara dunia ketiga secara serempak mencari model pembangunan yang hendak digunakan sebagai contoh untuk membangun ekonominya dan dalam usaha untuk mempercepat pencapaian kemerdekaan politiknya (Alvin So & Suwarsono, 1991, 8).
Pembangunan ekonomi menjadi salah satu pilihan model pembangunan dari negara dunia ketiga pada saat itu. Salah satu ciri dari pembangunan ekonomi adalah ukuran pertumbuhan pembangunan diukur berdasarkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi pula pendapatan negara yang diperoleh dimana hasilnya akan menetes ke bawah “trickle down effect” dalam bentuk distribusi dan membuka lapangan pekerjaan serta dapat mengatasi kemiskinan. Hal ini diakui oleh para tokoh pembangunan ekonomi, seperti Rostow dengan lima tahap pembangunan ekonomi yang diperkenalkannya. Akan tetapi, dalam penerapannya konsep trickle down effect yang diharapkan dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat justru tidak terjadi. Hal yang terjadi adalah penumpukan kapital pada sekelompok orang yang dekat dengan kekuasaan, serta terjadinya peningkatan angka pengangguran, kemiskinan serta angka migrasi desa kota (Adi, 2008, 11).
         Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia juga mengalami kendala dalam pembangunan ekonomi sebagai dampak globalisasi. Kebijakan ekonomi neoliberal pada awal Orde Baru yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dengan dukungan modal asing, baik melalui utang luar negeri maupun investasi asing langsung, memang membuktikan sejak awal Pelita I (1969 – 1973) perekonomian Indonesia tumbuh secara konstan dengan rata-rata 6,5 persen per tahun. Inflasi terkendali di bawah dua digit dengan implikasi pendapatan per kapita penduduk yang pada tahun 1969 masih 90 dollar AS, pada tahun 1982 berhasil ditingkatkan menjadi 520 dollar AS. Bahkan di akhir tahun 1990-an, perekonomian Indonesia sempat dipuji Bank Dunia karena berhasil menurunkan tingkat kemiskinan. Pada tahun 1997, pendapatan per kapita penduduk Indonesia telah meningkat menjadi 1.020 dollar AS. Namun tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu, kemudian tidak diikuti oleh trickle down effect yang nyata, sebaliknya semakin memperbesar jurang kesenjangan sosial antara sekelompok kecil penduduk yang sangat kaya dengan sebagaian besar masyarakat yang tetap hidup dalam kemiskinan. Sejak itulah muncul berbagai pemikiran di kalangan terbatas ahli ilmu-ilmu sosial dan ilmu ekonomi di Indonesia yang mengkritik model dan arah kebijakan ekonomi pemerintah, dengan fokus utama bagaimana memberikan perhatian lebih besar kepada aspek pemerataan atau aspek keadilan sosial dalam kebijakan perekonomian nasional (Manuel Kaisiepo, 2006, 183).
         Gambaran di atas sepertinya sudah sangat jelas rasanya untuk mengatakan bahwa persoalan pembangunan ekonomi telah dirasakan secara global. Gambaran tersebut menurut hemat penulis adalah suatu hal yang lumrah, karena gagasan mengenai pembangunan ekonomi berasal dari negara dunia pertama sebagai pengagasnya. Dari gambaran itu, setidaknya ada dua hal yang ingin disampaikan oleh penulis : Pertama, dalam konteks global, gagasan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada tolak ukur pertumbuhan ekonomi ternyata tidak selalu sesuai di beberapa negara, terkhusus di negara dunia ketiga / negara sedang berkembang. Hal ini jelas asimetris dengan negara dunia pertama yang begitu perkasa dengan pembangunan ekonominya. Dengan demikian, harus dicari suatu pendekatan baru yang lebih kontekstual dengan negara berkembang, selain pembangunan ekonomi. Kedua, secara nasional, persoalan pembangunan ekonomi memang berhasil merangsang pertumbuhan ekonomi di Indonesia, namun pertumbuhan yang luar biasa ini tidak dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Dengan kata lain, persoalan pemerataan dari hasil pertumbuhan ekonomi di Indonesia menyebabkan suatu persoalan sosial di tengah-tengah masyarakat. Berkaca pada persoalan itu, untuk pembangunan nasioanal harus digali suatu pendekatan yang dapat menciptakan pemerataan pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu.
Kedua hal di atas menurut hemat penulis, merupakan jalan masuk sekaligus alasan mengapa pembangunan nasioanal berubah arah dari pembangunan ekonomi ke arah pembangunan sosial. Pembangunan sosial hadir untuk mengatasi persoalan pembangunan ekonomi yang terdistorsi. Persoalan distorsi dalam pembangunan, dijelaskan lanjut oleh Midgley (2005, 5) bahwa hal tersebut terjadi karena pembangunan ekonomi tidak sejalan dengan pembangunan sosial. Pembangunan yang terdistorsi juga tidak hanya terjadi dalam bentuk kemiskinan, kekurangan, rendahnya tingkat kesehatan dan pemukiman yang tidak layak, tetapi juga pada keterlibatan masyarakat dalam pembangunan. Untuk itu pendekatan kepada pembangunan sosial yang dipilih menggantikan pendekatan pembangunan ekonomi. Hal yang harus dipahami dari pembangunan sosial adalah bahwa pembangunan sosial berbeda dari philantrophi sosial, pekerjaan sosial dan administrasi sosial. Menjadi berbeda karena pembangunan sosial tidak menangani individu baik dengan menyediakan bagi mereka barang dan layanan atau dengan menangani dan merehabilitasi mereka. Tetapi pembangunan sosial lebih terfokus pada komunitas atau masyarakat dan proses maupun pada struktur sosial yang lebih luas.
Lebih lanjut Midgley menjelaskan bahwa perbedaan yang lain adalah pembangunan sosial bersifat komprehensif dan universal. Tidak seperti philantrophi sosial dan pekerjaan sosial, pembangunan sosial tidak hanya menyalurkan bantuan kepada individu yang membutuhkan, tetapi berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dan seluruh warga. Karakter khas dari pembangunan sosial adalah usahanya untuk menghubungkan usaha-usaha pembangunan ekonomi dan sosial, seperti usaha dalam mengintergrasikan proses ekonomi dan sosial sebagai kesatuan pembangunan yang dinamis. Apa yang disampaikan oleh Midgley mengenai pembangunan sosial menurut hemat penulis menekankan pada pemerataan hasil pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan sosial. Artinya hal tersebut memiliki persamaan tujuan dalam pembangunan nasional. Ditilik dari definisi pembangunan nasioanal, yaitu rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, untuk melasanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang ada pada pembukaan UUD 1945. Rangkaian upaya pembangunan itu memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi ke generasi. (UU No.17 Tahun 2007).
         Pada kesimpulannya, penulis melihat alasan kesesuaian tujuan pembangunan sosial dengan tujuan pembangunan nasional, merupakan alasan berubahnya pembangunan ekonomi ke arah pembangunan sosial. Terkait dengan globalisasi, bahwa pembangunan ekonomi yang terdistorsi dan telah dirasakan secara global, tidak kontekstual untuk negara berkembang, terkhusus negara Indonesia. Mungkin bagi negara maju, pembangunan ekonomi dapat sesuai dengan tujuan pembangunan mereka, tetapi tidak bagi negara berkembang layaknya Indonesia. Pembangunan sosial dirasakan lebih pas dalam mengisi formulasi pembangunan nasional di Indonesia. Setidaknya pembangunan sosial berusaha menjawab mengapa faktor pemerataan pertumbuhan ekonomi penting dalam menyikapi persoalan sosial yang muncul pada persoalan pembangunan sebelumnya. Hal itu juga menjadi tujuan dari pembangunan nasional di Indonesia, sehingga pembangunan sosial-lah yang pada akhirnya menjadi paradigma pembangunan di Indonesia.
C.    Hubungan pembangunan nasional terhadap perubahan dunia
         Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu-ilmu sosial, para Ahli manajemen pembangunan terus berupaya untuk menggali konsep-konsep pembangunan se­cara ilmiah. Secara sederhana pembangunan sering diartikan seba­gai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang dimaksud adalah menuju arah peningkat­an dari keadaan semula, tidak jarang pula ada yang mengasumsi­kan bahwa pembangunan adalah juga pertumbuhan. Seiring de­ngan perkembangannya hingga saat ini belum ditemukan adanya suatu kesepakatan yang dapat menolak asumsi tersebut. Akan tetapi untuk dapat membedakan keduanya tanpa harus memisah­kan secara tegas batasannya, Siagian (1983) dalam bukunya Admi­nistrasi Pembangunan mengemukakan, “Pembangunan sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang, sedangkan pembangunan sebagai suatu pertumbuhan menunjukkan kemam­puan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik secara kuali­tatif maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak ha­rus terjadi dalam pembangunan.”
         Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pembangunan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya pembangun­an. Dalam hal ini pertumbuhan dapat berupa pengembangan/per­luasan (expansion) atau peningkatan (improvement) dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.
         Dari sejarah perubahan dalam mengkonseptualisasikan pembangunan, terdapat berbagai variasi cara mendefinisikan pembangunan. Mula-mula pembangunan hanya diartikan dalam arti ekonomi, namun berkembang pemikiran, bahwa pembangunan tidak hanya diartikan dalam arti ekonomi, tetapi pembangunan dilihat sebagai suatu konsep yang dinamis dan bersifat multidimensional atau mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, seperti; ekonomi, politik, sosial budaya, dan sebagainya.
         Berbagai istilah yang sering digunakan saling bergantian dalam menjelaskan pengertian pembangunan, seperti; perubahan, pertumbuhan, kemajuan, dan modernisasi. Akan tetapi istilah-istilah tersebut tidak sama makna dari arti pembangunan, karena pembangunan merupakan rujukan semua yang baik, positif, dan menyenangkan. Sementara perubahan, pertumbuhan, kemajuan, maupun modernisasi dapat saja terjadi tanpa unsur pembangunan.
         Dilihat dari arti hakiki pembangunan, pada dasarnya menekankan pada aspek nilai-nilai kemanusiaan, seperti; menunjang kelangsungan hidup atau kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup, harga diri atau adanya perasaan yang layak menghormati diri sendiri dan tidak menjadi alat orang lain, kebebasan atau kemerdekaan dari penjajahan dan perbudakan. Selain itu, arti pembangunan yang paling dalam adalah kemampuan orang untuk mempengaruhi masa depannya, yang mencakup; kapasitas, keadilan, penumbuhan kuasa dan wewenang, dan saling ketergantungan.
         Pengertian pembangunan sebagai suatu proses, akan terkait dengan mekanisme sistem atau kinerja suatu sistem. Menurut Easton (dalam Miriam Budiardjo, 1985), proses sistemik paling tidak terdiri atas tiga unsur: Pertama, adanya input, yaitu bahan masukan konversi; Kedua, adanya proses konversi, yaitu wahana untuk ”mengolah” bahan masukan; Ketiga, adanya output, yaitu sebagai hasil dari proses konversi yang dilaksanakan. Proses sistemik dari suatu sistem akan saling terkait dengan subsistem dan sistem-sistem lainnya termasuk lingkungan internasional.
         Proses pembangunan sebagai proses sistemik, pada akhirnya akan menghasilkan keluaran (output) pembangunan, kualitas dari output pembangunan tergantung pada bahan masukan (input), kualitas dari proses pembangunan yang dilaksanakan, serta seberapa besar pengaruh lingkungan dan faktor-faktor alam lainnya. Bahan masukan pembangunan, salah satunya adalah sumber daya manusia, yang dalam bentuk konkritnya adalah manusia. Manusia dalam proses pembangunan mengandung beberapa pengertian, yaitu manusia sebagai pelaksana pembangunan, manusia sebagai perencana pembangunan, dan manusia sebagai sasaran dari proses pembangunan (as object).
         Secara ilmu, pembangunan ekonomi, politik dapat diklasifikasi secara sosiologis ke dalam tiga kategori. Pertama, masyarakat yang masih bersifat tradisional; kedua adalah masyarakat yang bersifat peralihan; dan ke tiga adalah masyarakat maju. Ke tiga kategori tersebut saling berkaitan, karena berada dalam satu negara. Semua negara di dunia masih mempunyai tiga kategori tersebut, meskipun dalam negara modern sekalipun. Hanya dalam negara maju lebih mempunyai kondisi sosial yang stabil, bila dibandingkan dengan kategori dari yang pertama dan ke dua.



No comments:

Post a Comment

Powered By Blogger

Total Pageviews

Followers