Saturday, April 30, 2011

LIBERALISME EKONOMI YANG MEMATIKAN

ABSTRAK
Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Berbagai kebijakan deregulasi perbankan dan keuangan di awal tahun 1980-an adalah awal dari liberalisme ekonomi dan dominasi paham neo-liberal di antara para ekonom hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di negara ini, oleh para konglomerat Orde Baru, keluarga Suharto dan TNC yang digandengnya. Perampokan besar-besaran Bank Sentral, Tambal sulam kemiskinan lewat utang, Penguasaan air minum, Mafia Utang lewat Kredit Ekspor adalah beberapa contoh kasus yang berdampak luar biasa pada pemiskinan, penindasan dan penjualan bangsa secara besar-besaran kepada asing; dan di lain pihak kaum elit komprador Orde Baru yang sampai sekarang masih tetap bebas dari hukuman atas terjadinya malapetaka nasional ini dan terus melanggengkan situasi ini. Seharusnya Indonesia tetap pada kebijakan ekonomi-politiknya sendiri yang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhannya sendiri.

PENDAHULUAN
Berbagai kebijakan deregulasi perbankan dan keuangan di awal tahun 1980-an adalah awal dari liberalisme ekonomi dan dominasi paham neo-liberal di antara para ekonom. Sejak itu berbagai kebijakan, peraturan, dan tindakan pemerintah adalah untuk melayani kepentingan korporasi, yang pada masa itu adalah para konglomerat Orde Baru, keluarga Suharto dan TNC yang digandengnya. Dengan liberalisme itu, mereka menjarah berbagai asset dan sumberdaya nasional untuk memenuhi kepentingan keserakahan modal dan kehidupan serba mewah mereka. Mereka ingin menguasai secara total perekonomian nasional suatu negara.
Pada intinya adalah menghancurkan kedaulatan nasional. Kaum komprador yang terlalu berkuasa secara nasional juga tidak mereka sukai, seperti kerajaan bisnis Suharto serta kroni-kroni konglomeratnya, karena seringkali mampu menghalang-halangi kepentingan kapital global untuk kepentingan mereka sendiri yang mengganggu mekanisme pasar. Yang mereka inginkan sekarang adalah dominasi sepenuhnya, mekanisme pasar sepenuhnya, dan kontrol hukum sepenuhnya.

PROSES
Kasus yang paling merugikan bagi negara selama orde baru ini adalah Perampokan besar-besaran Bank Sentral. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, adalah skema program penalangan utang perbankan (swasta dan pemerintah) untuk dialihkan menjadi beban pemerintah lewat penerbitan obligasi. Ini adalah bagian dari program pemulihan krisis ekonomi Indonesia. Dengan skandal keuangan ini, telah mengorbankan berbagai subsidi yang seharusnya diterima oleh rakyat lewat APBN justru uang tersebut untuk membayar angsuran dan bunga obligasi.
Tambal sulam kemiskinan lewat utang menjadi gmbaran Program pinjaman dari Bank Dunia dan ADB yaitu pinjaman untuk Jaring Pengaman Sosial (JPS). Merupakan politik etis dari Bank Dunia agar krisis yang terjadi tidak menyebabkan kerusakan yang tidak diinginkan yang bisa merugikan kepentingan Bank Dunia sendiri. Sampai tahun anggaran 1999/2000 program JPS telah menghabiskan dana Rp 15 trilyun. Dalam kenyataannya, terbukti terjadi banyak penyimpangan. Salah satu bukti yang jelas adalah sebesar Rp 8 trilyun dari Rp 17,9 trilyun dana JPS di tahun anggaran 1998/1999 malah digunakan untuk kampanye otonomi luas Timor Timur dan Kampanye Pemilu 1998.
Penguasaan air minum yang dulunya pemda DKI seutuhnya sekarang Pemda DKI mengambil alih dengan saham 10%, sementara Thames dan Lyonnaise sebagai pemilik saham mayoritas yaitu 90%. Mereka juga mendapatkan hak eksklusif untuk mengelola seluruh asset PAM Jaya selama 25 tahun. Ini berawal dari instruksi presiden (Suharto) untuk mengalihkan pengelolaan usaha air minum di Jakarta dan sekitarnya kepada swasta (privatisasi). Proses privatisasi ini melalui proses KKN, di mana akhirnya dikuasai oleh PT Kekarpola Airindo milik Sigit Harjojudanto dan Bambang Trihatmojo yang menggandeng perusahaan air Inggris, Thames Water International (TWI); dan oleh PT Garuda Dipta Semesta milik Anthony Salim yang menggandeng perusahaan air dari Perancis, Lyonnaise des Eaux (LDE).
Kredit Ekspor dilakukan pemerintah Indonesia dengan fasilitas kredit ekspor yang disediakan oleh ECA (Export Credit Agencies and Investment Insurance Agencies), yang merupakan badan milik pemerintah di negara-negara maju. Perannya adalah merealisasikan berbagai proyek investasi dan infrastruktur berskala besar di negara-negara berkembang. Badan ini memberikan asuransi risiko politik apabila ada “jaminan balik” (counter guarantee) dari pemerintah Indonesia. Pemerintah diwajibkan untuk menjamin keamanan politik dan membayar kembali investasi yang sudah dikeluarkan apabila proyek gagal akibat situasi politik. Meskipun merupakan proyek antar swasta, tetapi karena dijamin oleh pemerintah, maka risiko hutang swasta bisa menjadi hutang pemerintah. Cara kerja ECA ini mirip mafia, karena di negara asalnya tidak dapat dikontrol parlemen, tidak transparan, dan tidak membuka informasi kepada publik mengenai proyek-proyeknya. Sementara di Indonesia, mega proyek yang didanainya, adalah proyek-proyek berbiaya tinggi yang penuh dengan KKN.

OPINI
Kita bisa mencatat banyak kejadian kasus globalisasi yang kemudiannya telah menghancurkan dan mengorbankan Indonesia, baik dari segi kedaulatan nasional, kedaulatan hukum, dan korban berjuta-juta rakyat Indonesia memasuki masa depan yang gelap. Krisis yang terus berlanjut hingga kini adalah gambaran bahwa Indonesia merupakan korban terparah globalisasi.
Kita menghadapi dua masalah besar yang harus segera diselesaikan. Pertama, adalah sistem KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) yang parah. Indonesia menjadi bangsa yang celaka dan merugi karena selama 32 tahun hanya membangun KKN. KKN ini terjadi karena pemerintahnya sejak awal memang berorientasi untuk Korupsi, sehingga kekayaan nasional yang luar biasa besarnya hanya dibagi di kalangan elite saja (keluarga Presiden dan kroni-kroni konglomerat serta elit kekuasaan). Kedua, adalah sistem Pasar Bebas yang kapitalistik yang memanfaatkan KKN untuk keuntungan pemodal asing dari negara-negara maju. Contoh paling jelas adalah Freeport di Papua dan Exxon di Aceh. Sistem pasar bebas dan globalisasi ini mengekalkan hubungan neokolonialisme-imperialisme, sehingga Indonesia sukar sekali keluar dari ketergantungannya pada negara-negara maju dan badan-badan dunia tersebut.

DAMPAK
Kedua hal tersebut telah membawa dampak luar biasa pada pemiskinan, penindasan dan penjualan bangsa secara besar-besaran kepada asing; dan di lain pihak kaum elit komprador Orde Baru yang sampai sekarang masih tetap bebas dari hukuman atas terjadinya malapetaka nasional ini dan terus melanggengkan situasi ini.
Akan tetapi tidak semuanya kebijakan pemerintah pada masa orde baru selalu membawa malapetaka bagi Indonesia. Pada orde baru ini banyak investor asing mau menanamkan modal di Indonesia (para TNC) ini termasuk dampak positif dari kebijakan pemerintah Indonesia

SARAN
Indonesia harus segera memulai membenahi diri sendiri dan mengerjakan PR-nya yang tidak kunjung diselesaikan, yaitu pemberantasan segera atas KKN, pemrosesan hukum atas semua pelaku KKN Orba, dan penyitaan harta jarahan kaum KKN untuk kepentingan negara dan program-program kesejahteraan rakyat. Perekonomian Indonesia harus kembali ke rel-nya, yaitu ekonomi kerakyatan (sebagaimana yang digagas oleh Bung Karno, Bung Hatta dan lain-lain). Ekonomi kerakyatan ini menempatkan rakyat Indonesia sebagai kekuatan dasar perekonomian, yang mampu menggerakkan roda perekonomian lewat penguatan pasar domestik (nasional, wilayah,lokal); penguatan pertanian dan pedesaan yang masih sekitar 70% perekonomian nasional; dan penguasaan dan pengelolaan sepenuhnya kekayaan alam Indonesia yang melimpah-ruah.


SIMPULAN
Indonesia mempunyai kebijakan ekonomi-politiknya sendiri yang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhannya sendiri. Bila kita tetap terikat pada kebijakan ekonomi-politik sendiri maka negara kita akan menjadi bangsa yang disegani dan tuan atas dirinya sendiri. Tentu saja tidak harus konfrontasional terhadap kekuatan kapitalisme global (yaitu AS dan Eropa Barat). Perjuangan politik tetap bebas-aktif dan berdaulat. Perjuangan utama tetap di jalur ekonomi, yaitu dengan mensejahterakan rakyat miskin dan mengikis habis korupsi.
Banyak hal yang harus dilakukan oleh Indonesia untuk merebut kembali “kedaulatannya”, sebagai bangsa yang besar dan kuat, dan tidak disepelekan dan diinjak-injak oleh negara-negara lain dan badan-badan global. Asumsi dasarnya adalah, kalau rakyat Indonesia kuat, maka negaranya juga akan kuat. Kalau rakyatnya sejahtera, maka negaranya juga akan sejahtera. Kalau rakyatnya cerdas, maka negaranya juga akan cerdas. Inilah yang seharusnya terus dipikirkan oleh kita tentang Indonesia masa depan yang lepas dari diktator pasar kapitalisme global

No comments:

Post a Comment

Powered By Blogger

Total Pageviews

Followers